Diambang Senyap

Kesunyian bukan sekadar sepi yang hampa, melainkan sebuah ruang luas di mana aku benar-benar merasakan keberadaanku. Di punggung gunung yang sunyi, jauh dari keramaian dunia, angin berbisik pelan, seolah mengajakku berbincang tanpa perlu kata-kata. Tidak ada riuh rendah suara manusia, tidak ada hiruk-pikuk yang memecah konsentrasi, hanya aku dan gema pikiranku sendiri yang bergema di dalam dada, seperti nyanyian alam yang hanya bisa didengar oleh mereka yang mau mendengarkan dengan hati.


Kabut turun perlahan, menyapu lereng gunung dengan lembut, membalut pepohonan dalam pelukan dinginnya yang menenangkan. Aku duduk di antara bebatuan yang kokoh, menatap langit yang terbentang luas di atas kepala. Langit itu begitu jauh, begitu misterius, seolah menyimpan jutaan cerita yang tak pernah terungkap. Di sini, di tengah keheningan ini, kesendirian bukanlah luka yang perih, bukan pula kehampaan yang menggerogoti—melainkan ketenangan yang langka, sebuah kedamaian yang jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.


Mungkin, gunung ini memahami sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Mungkin, ia mengajarkanku bahwa sendiri bukan berarti hilang atau tersesat, tapi justru pulang ke dalam diri sendiri. Atau mungkin, tanpa kusadari, aku memang selalu jatuh cinta pada sunyi yang ia tawarkan, sunyi yang menyimpan kejujuran, sunyi yang mengajakku untuk merenung, sunyi yang membuatku merasa utuh.


Di sini, di antara kabut, angin, dan bebatuan, aku menemukan kembali diriku yang sesungguhnya. Dan dalam kesunyian ini, aku belajar bahwa kadang-kadang, diam adalah jawaban, dan sendiri adalah cara untuk menemukan arti sejati dari keberadaan.🌲🌫✨

Bagikan

Komentar (0)

Ingin bergabung dalam diskusi?

Login untuk berkomentar

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama!

Terima kasih telah membaca.